Ayat dan Hadits Tentang Khitan: Landasan Syariat dalam Islam – Tahukah Anda bahwa khitan adalah salah satu ajaran penting dalam Islam yang memiliki landasan kuat dari ayat Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW?
Baca juga: Hikmah Khitan Menurut Islam
Meskipun banyak dari kita sudah akrab dengan istilah khitan, tidak semua orang tahu bahwa praktik ini lebih dari sekadar tradisi. Khitan merupakan bagian dari syariat yang jelas diatur dalam agama. Mungkin Anda bertanya-tanya, apa dasar hukum khitan dalam Islam? Mengapa khitan dianggap penting, dan bagaimana pandangan para ulama?
Artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Quran, hadits-hadits shahih, serta pandangan ulama, untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya khitan dalam Islam. Mari simak artikel ini sampai habis!
Makna Khitan dalam Islam
Khitan atau sunat adalah sebuah tradisi yang telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim AS dan dilanjutkan hingga Nabi Muhammad SAW. Dalam Islam, khitan memiliki makna yang lebih dalam dibanding sekadar tindakan fisik.
Khitan dianggap sebagai bentuk penyucian diri dan sebuah cara untuk menjaga kebersihan, yang merupakan bagian dari ajaran Islam tentang thaharah (kebersihan).
Secara umum, khitan dilakukan sebagai bagian dari fitrah manusia, yang mencakup kebiasaan alami yang dianjurkan untuk umat Muslim, seperti memotong kuku, merapikan kumis, dan menjaga kebersihan tubuh.
Dalam konteks agama, khitan memiliki nilai yang tinggi karena dijadikan salah satu sunnah fitrah oleh Nabi Muhammad SAW. Ini artinya, khitan adalah salah satu tindakan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam.
Ayat Al-Quran Tentang Khitan
Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar untuk membahas khitan dalam Islam adalah firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 123:
ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Kemudian, Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim sebagai (sosok) yang hanif dan tidak termasuk orang-orang musyrik.'” (An-Nahl [16]: 123).
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim AS, salah satu di antaranya adalah khitan. Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan bahwa para ulama bersilang pendapat mengenai hukum khitan.
Mayoritas ulama menganggap khitan sebagai sunnah yang sangat dianjurkan, sementara sebagian lainnya menganggapnya sebagai kewajiban, berdasarkan ayat di atas (Tafsir Al-Qurthubi/2/99). Hal ini menunjukkan bahwa khitan adalah bagian dari ajaran Nabi Ibrahim yang harus diikuti oleh umat Muslim.
Hadits Tentang Khitan
Khitan juga didukung oleh beberapa hadits Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan betapa pentingnya amalan ini dalam Islam. Berikut beberapa hadits nya:
1. Hadits Riwayat Al-Bukhari
“احْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةٌ بِالْقَدُومِ”
Artinya: “Nabi Ibrahim berkhitan ketika berusia 80 tahun menggunakan kapak.” (HR Bukhari).
Hadits ini menunjukkan bahwa khitan merupakan salah satu ajaran Nabi Ibrahim AS, yang juga merupakan bagian dari syariat yang dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Hadits Riwayat Jama’ah:
“خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ : الاِسْتِحْدَادُ وَالْخِتَانُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ”
Artinya: “Lima perkara yang merupakan fitrah: memotong bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR Jama’ah).
Hadits ini menegaskan bahwa khitan termasuk dalam salah satu dari lima fitrah yang harus dijaga oleh umat Islam. Fitrah tersebut merupakan kebiasaan yang menunjukkan kemurnian dan kebersihan, serta membedakan umat Islam dari umat lainnya dalam hal kebersihan diri.
Dengan adanya hadits-hadits ini, jelas bahwa khitan memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam dan merupakan bagian dari sunnah yang dianjurkan bagi setiap Muslim.
Pandangan Ulama Tentang Khitan
Para ulama memiliki berbagai pendapat mengenai hukum khitan dalam Islam, mulai dari yang mewajibkannya hingga yang hanya menganjurkannya sebagai sunnah. Berikut pandangan dari beberapa ulama besar mengenai khitan:
1. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i memandang khitan sebagai kewajiban. Imam Al-Qurthubi mengutip pendapat Ibn Suraij yang mengatakan bahwa para ulama sepakat mengenai wajibnya khitan. Ibn Suraij menyatakan bahwa jika khitan tidak diwajibkan, maka praktik ini seharusnya dilarang karena melibatkan aurat yang seharusnya dijaga.
Imam An-Nawawi, seorang ulama Syafi’iyah, juga menegaskan bahwa khitan hukumnya wajib. Ini adalah pandangan mayoritas ulama salaf, sebagaimana dikutip oleh Imam Al-Khatabi.
Dasar yang digunakan adalah Surah An-Nahl ayat 123, yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti syariat Nabi Ibrahim AS, di mana khitan merupakan bagian dari ajarannya.
Meskipun ada yang mengkritik bahwa ayat tersebut tidak secara langsung menunjukkan kewajiban berkhitan, Imam An-Nawawi membantah hal itu.
Menurutnya, karena perintah dalam ayat tersebut bersifat umum, segala ajaran Nabi Ibrahim, baik yang sunnah maupun yang wajib, menjadi kewajiban bagi umat Islam. Kecuali jika ada dalil lain yang menyatakan bahwa suatu ajaran tersebut hanya sunnah, maka baru dapat dianggap demikian.
2. Mazhab Hanafi dan Maliki
Sebagian ulama dari Mazhab Maliki dan Hanafi menilai khitan sebagai sunnah. Pandangan ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal dan Al-Baihaqi, yang menyatakan bahwa “khitan adalah sunnah bagi pria dan kehormatan bagi wanita.” Namun, beberapa ulama menilai hadits ini dha’if (lemah), sehingga tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat.
3. Pandangan Mahmud Syaltut
Menurut Dr. Mahmud Syaltut, khitan termasuk dalam masalah ijtihadiyah, yaitu persoalan yang terbuka untuk perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Hal ini disebabkan karena tidak ada nas Al-Qur’an atau hadits yang secara tegas dan jelas menyebutkan hukum khitan. Oleh karena itu, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama mengenai status hukumnya.
4. Pendapat Ulama Lain yang Mendukung Kewajiban Khitan
Beberapa ulama lain seperti Ibn al-Qayyim al-Jauziyah juga berpendapat bahwa khitan adalah wajib. Bahkan, Al-Ata’ menyatakan bahwa seseorang yang dewasa masuk Islam belum dianggap sempurna keislamannya hingga ia melaksanakan khitan.
Pendapat ini menunjukkan bahwa khitan dipandang sangat penting dalam konteks keislaman dan kesempurnaan ibadah seseorang.
Dengan berbagai pendapat di atas, terlihat bahwa mayoritas ulama, terutama dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali, sepakat bahwa khitan adalah wajib bagi pria. Sementara itu, sebagian ulama dari Mazhab Hanafi dan Maliki memandangnya sebagai sunnah yang dianjurkan.
Perbedaan ini didasarkan pada interpretasi nas-nas yang berbeda, baik dari Al-Qur’an maupun hadits, sehingga masalah khitan tetap menjadi salah satu topik yang terus diperdebatkan dalam khazanah fikih Islam.
Itulah tadi sedikit penjelasan tentang Ayat, Hadits dan pandangan ulama Tentang Khitan. Meski tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran, konsep fitrah yang dibahas dalam beberapa ayat menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan diri, termasuk melalui khitan.
Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan pandangan dari berbaga ulama memberikan penjelasan lebih lengkap, sehingga khitan dianggap penting untuk dilakukan.
Dengan mengetahui dasar-dasar khitan dalam ajaran Islam, kita bisa lebih memahami pentingnya melaksanakan khitan, baik sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, menjaga kebersihan, maupun memelihara kesehatan. Sebagai umat Muslim, mari kita jaga fitrah kita dan laksanakan sunnah ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Pingback: Kumpulan Doa untuk Anak Setelah Khitan yang Penuh Makna dan Harapan - Rumah Khitan Mojokerto